Perekonomian Indonesia! Klik disini

Salah Satu Mata Kuliah Wajib Bagi Jurusan Ekonomi Pembangunan FEBIS Unpatti.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

23 Mei 2017

Sejarah Perekonomian Indonesia

Kumpulan Tugas Kuliah Manajemen Rabu, 14 Januari 2015 SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA 1. Apa yang anda ketahui tentang Sejarah Perekonomian Indonesia? Jelaskan. Jawaban Sejarah Perekonomian Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 4 masa, yaitu: Ø Masa Sebelum Kemerdekaan Masa dimana ada setidaknya ada 4 negara yang pernah menjajah Indonesia, diantaranya adalah Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Ø Masa Orde Lama (1945-1966) Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan luar negri. Ø Masa Orde Baru Pada awal orde baru, stabilitas ekonomi dan politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorintasi pada pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salah satu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Ø Masa Orde Reformasi Orde reformasi dimulai saat kepemimpinan presiden BJ.Habibie, namun belum terjadi peningkatan ekonomi yang cukup signifikan dikarenakan masih adanya persoalan-persoalan fundamental yang ditinggalkan pada masa orde baru. Kebijakan yang menjadi perhatian adalah cara mengendalikan stabilitas politik. Sampai pada masa kepemimipinan presiden Abdurrahman Wahit, Megawati Soekarnoputri, hingga sekarang masa kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun masalah-masalah yang diwariskan dari masa orde baru masih belum dapat diselesaikan secara sepenuhnya. Bisa dilihat dengan masih adanya KKN, inflasi, pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, dan melemahnya nilai tukar rupiah yang menjadi masalah polemik bagi perekonomian Indonesia. 2. Sebutkan hal apa saja yang menyebabkan dibubarkannya VOC pada masa sebelum ke merdekaan? Jawaban VOC dibubarkan karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh : a. Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar b. Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar c. Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri d. Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit 3. Bagaimana keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan? Jawaban Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh : a. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. b. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI. c. Kas negara kosong. d. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan. 4. Apa saja kegiatan yang dilakukan pemerintah untuk menghadapi krisis ekonomi keuangan pada masa pasca kermedekaan? Jawaban Dalam menghadapi krisis ekonomi-keuangan, pemerintah menempuh berbagai kegiatan, diantaranya : · Pinjaman Nasional, menteri keuangan Ir. Soerachman dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) mengadakan pinjaman nasional yang akan dikembalikan dalam jangka waktu 40 tahun. · Hubungan dengan Amerika, Banking and Trade Coorporation (BTC) berhasil mendatangkan Kapal Martin Behrman di pelabuhan Ciberon yang mengangkut kebutuhan rakyat, namun semua muatan dirampas oleh angkatan laut Belanda. · Konferensi Ekonomi, Konferensi yang membahas mengenai peningkatan hasil produksi pangan, distribusi bahan makanan, sandang, serta status dan administrasi perkebunan asing. · Rencana Lima Tahunan (Kasimo Plan), memberikan anjuran memperbanyak kebun bibit dan padi ungul, mencegah penyembelihan hewan-hewan yang membantu dalam pertanian, menanami tanah terlantar di Sumatra, dan mengadakan transmigrasi. 5. Usaha-usaha apa saja yang dilakukan untuk memperbaiki perekonomian indonesia pada masa demokrasi liberal? Jawaban · Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun · Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu menumbuhkan wiraswasta pribumi agar bisa berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional · Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. 6. Apa yang dimaksud dengan demokrasi terpimpin? Jawaban sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara. 7. Sebutkan 8 jalur pemerataan pada masa orde baru? Jawaban · kebutuhan pokok, · pendidikan dan kesehatan, · pembagian pendapatan, · kesempatan kerja, · kesempatan berusaha, · partisipasi wanita dan generasi muda, · penyebaran pembangunan, dan · peradilan 8. Bagaimana bunyi isi TrilogiPembangunan pada masa orde baru? Jawaban Isi TrilogiPembangunan · Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. · Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. · Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 9. Apa saja Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi pada masa Kepemimpinan Megawati Soekarno Putri? Jawaban · Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemun Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun. · Kebjakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan Negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perushaaan Negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban Negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4.1%. Namun, kenijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. 10. Jelaskan masalah yang menjadi tantangan Perekonomian Indonesia dimasa yang akan datang? Jawaban a. Penggelembungan Nilai Aset Kemungkinan terjadinya gelembung nilai aset (asset bubble) dan inflasi, karena kurangnya daya serap ekonomi nasional terhadap masuknya modal asing, termasuk jangka pendek. b. Terhentinya Arus Modal Masuk Terhentinya arus modal masuk dan bahkan terjadinya penarikan kembali modal masuk dalam jumlah besar. Kesalahan dalam mengambil kebijakan, keterlambatan mengambil tindakan serta kurang koordinasi antar pembuat kebijakan juga dapat berakibat buruk terhadap stabilitas makro yang sudah terjaga selama ini. c. Subsidi Energi dan Alokasi yang Kurang Efisien. Selama ini, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) masih dinikmati orang mampu (berpenghasilan tinggi). Terkait masalah ini, Ketua Komite Ekonomi Nasional, Chairul Tanjung mengatakan yang wajib mendapatkan subsidi ialah orang miskin, orang mampu sebaiknya tidak dapat subsidi. d. Risiko Inflasi Risiko inflasi terutama dipicu komponen makanan, pendidikan, dan ekspektasi inflasi. Inflasi Indonesia yang masih tinggi, menurut Chairul Tanjung, karena selama ini kita hanya mengandalkan kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mengelola permintaan. Padahal, selain faktor permintaan, inflasi juga dipengaruhi faktor penawaran atau tersedianya barang dan faktor distribusi yang harus diperhatikan. e. Infrastruktur yang Kurang Memadai Chairul menuturkan, tahun ini Indonesia menjual mobil sebanyak 760 ribu. Jika dalam lima tahun ke depan tidak ada penambahan jalan secara signifikan khususnya di Jakarta, akan terjadi kemacetan. Begitu pula, dengan airport dan pelabuhan. "Jika tidak ada perbaikan akan terjadi kemacetan luar biasa, yakni kemacetan ekonmi,” ujar Chairu f. Kurangnya Daya Saing Peningkatan daya saing, perbaikan pendidikan, dan pelatihan serta penambahan pasokan tenaga teknik terdidik yang menjadi penghambat bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi produk (utamanya yang padat karya), menghambat investasi dan mengurangi penciptaan nilai tambah dan lapangan pekerjaan. g. Kondisi Politik dan Hukum yang Terjadi Hingga kini, kinerja DPR dalam menyelesaikan legislasi, pembuatan undang-undang (UU), termasuk UU yang berkaitan dengan upaya mendorong pembangunan ekonomi masih jauh dari harapan. Diposting oleh chimint minarti di 21.27 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest Tidak ada komentar: Posting Komentar Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Posting Komentar (Atom) Mengenai Saya Foto saya chimint minarti Lihat profil lengkapku Arsip Blog ▼ 2015 (6) ▼ Januari (6) Soal dan jawaban SISTEM PEREKONOMIAN Soal dan jawaban PERTUMBUHAN EKONOMI,PERUBAHAN STR... Soal dan jawaban PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN Soal dan jawaban PELAKU-PELAKU EKONOMI SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA Soal dan jawaban APBN DAN HUTANG LUAR NEGERI Tema Tanda Air. Diberdayakan oleh Blogger.

09 April 2017

Refleksi Arah Ekonomi Indonesia


Sepercik pemikiran bagi Rekan FE UNPAD tercinta memasuki Tahun Ajaran 2011 – 2012
Dalam artikel terdahulu penulis mengangkat beberapa tema kepemimpinan yang dapat mengukuhkan postur kepemimpinan yang solid dan efektif, yang terbentuk oleh daya energi, kreatifitas dan inovasi, kepemimpinan yang berbekal falsafah dan integritas, sehingga pemimpin memilki kemampuan untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Dalam konteks tulisan ini, digambarkan sepintas tentang bagaimana kisah keberhasilan Jerman dalam mengelola perekonomiannya sehingga negara tersebut berhasil mencapai tingkat kemakmuran yang signifikan, berkat kepemimpinan yang konsisten, penuh integritas, pemanfaatan daya energi yang optimal berikut adanya terobosan yang kreatif dan inovatif. Setiap kebijakan ekonomi yang dirancang pemimpin negara tersebut dapat diimplementasikan dengan baik. Kepemimpinan seperti ini sangat diperlukan dalam era Indonesia dewasa ini, perdebatan sesengit apapun di Indonesia – tentang apa saja – ternyata sering terhenti di tingkat wacana, diakibatkan pemimpin Indonesia sering tersandera oleh kepentingan-kepentingan pragmatis, yang memunculkan kesan kepemimpinan yang lamban, tidak tegas dan kompromistis. Indonesia memiliki landasan falsafah dan moral yang luhur, konstitusi dan undang-undang yang memihak pada kesejahteraan, namun semuanya seolah menjadi “tumpul” karena belum lahir kualitas kepemimpinan yang paripurna, apalagi menghadapi medan tantangan kedepan yang semakin berat, sebagaimana tergambar dalam refleksi arah ekonomi Indonesia berikut ini, dengan memetik pengalaman dari beberapa negara maju, seperti halnya Jerman.
Berkat dilaksanakannya Konsep Social Market Economy (Soziale Marktwirtschaft-Ekonomi Pasar Sosial), Republik Federasi Jerman dewasa ini boleh dikatakan sebagai salah satu negara termakmur di dunia. Sistem ekonomi ini telah befungsi dan teruji dengan sangat baik selama beberapa dekade. Hal yang menarik dalam konsep ini adalah merupakan kombinasi sektor material komersial berbasis pasar dan sektor sosial non komersial berbasis kemanusiaan.
Ekonomi pasar sosial bertujuan menyeimbangkan prinsip-prinsip pasar dan prinsip-prinsip sosial. Ordo-liberalism yakin bahwa hal ini penting untuk menciptakan mekanisme perlindungan sosial disamping kekuatan pasar yang dikendalikan negara. Tujuan lain yang ingin dicapai oleh ekonomi pasar sosial adalah menciptakan dan membangun tatanan ekonomi yang dapat diterima oleh berbagai ideologi sehingga berbagai kekuatan didalam masyarakat dapat terfokus pada tugas bersama menjamin kondisi kehidupan dasar dan membangun kembali perekonomian. Inilah sebabnya kita dapat melihat bahwa ekonomi pasar sosial merupakan kompromi pada masa-masa awal pemerintahan Republik Federasi Jerman.
Undang-undang mengenai Bank Federal Jerman (German Bundesbank) dan undang-undang larangan terhadap hambatan kompetisi adalah dua diantara undang-undang penting yang dibuat pada saat itu. Tahun 1950 dapat dikatakan sebagai tahun pencapaian sukses dari sistem ekonomi pasar sosial, dimana salah satu indikatornya adalah tersedianya lapangan kerja yang memadai.
Pada tahun 1970-an pemerintah Jerman berupaya untuk memainkan peran yang lebih penting dalam perekonomian. Selama tahun 1980 Kanselir Helmut Kohl mencoba mengurangi peran negara yang sebagian besar telah berhasil dengan baik, namun reunifikasi Jerman membuat pemerintah Jerman kembali memperkuat peran negara dalam menata ekonomi mereka. Karenanya, kontradiksi antara istilah “sosial” dan “pasar” tetap menjadi faktor penting dalam dinamika perdebatan di negara tersebut.
Mengacu pada dualisme filosofis yang dianutnya, perekonomian Jerman sesungguhnya memiliki sifat konservatif sekaligus dinamis. Dikatakan konservatif dalam arti sistem tersebut dirancang berdasarkan tradisi Jerman yang memberikan porsi bagi peran negara dalam ekonomi dan sikap ke hati-hatian dalam menangani investasi dan pengambilan resiko. Dikatakan dinamis dalam arti sistem tersebut mengarah pada pertumbuhan, meskipun hal tersebut dinilai lambat dan kurang spektakuler. Inilah realita model kombinasi antara keunggulan suatu sistem pasar dengan keunggulan dari sistem kesejahteraan sosial.
Pada tahun 1982, diskusi tentang bagaimana ekonomi pasar sosial seharusnya berubah, dan hal ini mencakup tiga aspek; pada sisi kelompok Keynesian, mereka mempertahankan ”Globalsteuerung” dan ekonomi pasar sosial; pada sisi kelompok Milton Friedman, mereka menyatakan kegagalan dari peran negara dan menginginkan pengurangan dari ”Globalsteuerung” serta ekonomi pasar sosial bersama-sama dengan penguatan kekuatan pasar; sedangkan pada posisi yang ketiga, kelompok kecil yang berfikir bahwa pasar telah gagal dan oleh karenanya mereka memilih perluasan sektor negara berikut intervensinya di sektor ekonomi.
Hasil perpaduan diskusi dari kelompok-kelompok tersebut dapat dijelaskan sebagai kombinasi antara Keynes dan Friedman. Pada tahun-tahun berikutnya perusahaan milik negara seperti Pos dan Telkom Jerman diswastanisasi dan kadar sosialnya pun diturunkan lebih ramping. Kemajuan ekonomi pada periode tersebut dapat dilihat sebagai hasil dari kombinasi kebijakan itu namun juga disebabkan oleh situasi positif ekonomi dunia serta keberhasilan dari integrasi Eropa, suatu masa yang diakhiri dengan reunifikasi Jerman.
Reunifikasi Jerman tercatat sebagai perubahan besar yang menarik bagi proses pembelajaran dan analisis dinamika sejarah pembangunan perekonomian Jerman, khususnya tentang bagaimana pemerintah Jerman mengambil kebijakan ekonomi dan sosial, tidak hanya berfokus pada reunifikasi tahun 1990 sebagai momentum yang penting, namun terlebih pada penyatuan ekonomi dan keuangan pada waktu sebelumnya. Hal ini terjadi pada situasi pertumbuhan ekonomi dan angka hutang negara yang rendah, yang pada awalnya diwarnai oleh euphoria unifikasi secara umum dan terbukanya pasar baru di Jerman bagian Timur dan Eropa.
Pertanyaan besar yang muncul: Apakah Model Ekonomi Pasar Sosial ala Jerman dapat diadopsi dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi tanah air untuk keberhasilan perekonomian di Indonesia?
Secara ideologis-konstitusional sebetulnya Indonesia memiliki undang-undang yang berpihak pada kemakmuran rakyat, dimana negara lebih dituntut peranannya, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 UUD 1945, suatu sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Tiga prinsip dasar ekonomi kerakyatan adalah sebagai berikut: (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan (3) bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan ketiga prinsip tersebut tersirat betapa sangat besarnya peran negara dalam sistem ekonomi kerakyatan. Hal ini, dilengkapi oleh Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34, peran negara dalam sistem ekonomi kerakyatan meliputi antara lain lima hal sebagai berikut: (1) mengembangkan koperasi; (2) mengembangkan BUMN; (3) memastikan pemanfaatan bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (4) memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak; dan (5) memelihara fakir miskin dan anak terlantar.
Pertanyaan berikut, sejauh manakah ekonomi kerakyatan sebagai amanat konstitusi telah dilaksanakan di Indonesia. Bagaimana jalan keluar bagi perekonomian Indonesia agar tidak didominasi oleh pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal sebagaimana banyak diperbincangkan belakangan ini?
Kita coba kembali berkaca pada keberhasilan sistem ekonomi pasar sosial yang diterapkan di Jerman. Pada awalnya, konsep “pasar” menjadi penting setelah pengalaman buruk yang dialami semasa rezim Nazi, sehingga masyarakat ingin agar ekonomi dibebaskan dari intervensi dan dominasi negara. Pada awal penerapan sistem ini di Jerman Barat, peran negara adalah memberikan perlindungan terhadap suasana kompetisi dari tendensi monopolistik dan oligopolistik, termasuk yang mungkin akan muncul dari mekanisme kompetisi itu sendiri. Sementara itu, konsep “sosial” mendapat penekanan penting karena Jerman yang pada saat itu bernama Jerman Barat, menginginkan suatu sistem perekonomian yang mampu mendorong munculnya kemakmuran, akan tetapi juga dapat memberikan perlindungan terhadap kalangan buruh dan kelompok masyarakat lain yang mungkin tak mampu mengikuti tuntutan kompetisi yang berat didalam ekonomi pasar. Disamping itu situasi ekonomi sosial masyarakat Jerman yang hancur pasca Perang Dunia II memberikan andil terhadap pilihan konsep tersebut. Konsep “sosial” dipilih daripada konsep “sosialis” untuk membedakan sistem ini dari suatu sistem dimana negara memiliki hak untuk menentukan sistem perekonomian atau melakukan intervensi terhadapnya.
Ada suatu konsep lain yang memiliki keterkaitan erat dengan konsep ekonomi pasar sosial, suatu konsep di dalam tradisi pemikiran Jerman, yaitu ”Ordnung,” yang dapat diartikan sebagai ”tatanan”. Dalam pemahaman ini, ekonomi, masyarakat, dan politik, menjadi suatu kesatuan struktur pemerintahan, namun bukan dalam bentuk diktatorial. Dalam pemahaman ini, para pemimpin pemerintahan di Indonesia dituntut memiliki kemauan yang kuat untuk mampu memadukan sistem ekonomi, politik, hankam dan sosio-budaya kedalam kesatuan struktur yang kuat dan dinamis, sehingga dalam mengambil ide-ide pemikiran dari luar tidak dijiplak mentah-mentah saja, namun disaring oleh jiwa nasionalisme yang kuat, sehingga gagasan yang hidup di tanah air memiliki ciri-ciri khas ke-Indonesiaan.
Kita lihat, para penggagas konsep ekonomi pasar sosial melihat konsep tersebut dalam suatu sistem tatanan yang utuh, tidak seperti sistem ekonomi “campuran” yang seolah-olah berjalan masing-masing tanpa saling menyapa. Disamping itu, mereka juga berpijak pada konsep “Ordo-Liberalismus,” yang berarti konsep tersebut harus bebas memilih tatanannya, dan bukan suatu tatanan yang bersifat komando. Pada pasca perang Dunia II muncul berbagai argumen dan perdebatan mengenai bagaimana membangun kembali perekonomian Jerman yang terpuruk akibat perang. Kelompok politisi sosialis berpendapat tentang pentingnya sistem distribusi terpusat, perluasan kendali negara, serta nasionalisasi sektor perbankan dan industri lainnya. Penentang utama dari ide ini adalah Ludwig Erhard, seorang ekonom liberal yang menjabat sebagai kepala kantor urusan ekonomi di Bizone, yang kemudian menjadi menteri perekonomian dan seterusnya menjadi Kanselir Republik Federasi Jerman (1963-1966), menggantikan Konrad Adenauer. Ludwig Erhard tercatat dalam sejarah sebagai pencetus konsep ekonomi pasar sosial dan menerapkannya dalam sistem perekonomian Jerman Barat.
Pada awalnya, langkah tersebut bertujuan memungkinkan berbagai kekuatan bermain secara bebas di dalam pasar dengan meningkatkan kesempatan konsumen, memotivasi produsen untuk melakukan inovasi dan kemajuan teknik, dan pembagian pendapatan serta keuntungan berdasarkan pencapaian masing-masing individu. Diatas semua hal itu, terdapat pembatasan akumulasi yang berlebihan dari kekuatan pasar. Tugas negara adalah menciptakan mekanisme bagi berfungsinya kompetisi, disamping mempromosikan kesiapan dan kemampuan masyarakat untuk memiliki tanggung jawab dan kemandirian.
Konsepsi teori ekonomi pasar sosial mengacu pada pemikiran liberal klasik dengan sedikit perubahan. Kita dapat menyebutnya sebagai variasi pemikiran neo-liberal Jerman, namun biasanya disebut dengan Ordo-Liberalisme. Pemikiran ini dibangun sejak tahun 1940-an, terutama melalui aliran pemikiran kelompok Freiburg. Dua pemikir kelompok ini adalah Walter Eucken dan Andreas Muller-Armack, dan memberikan nama dengan sebutan Ekonomi Pasar Sosial. Dalam pemikiran ini aspek yang diperhatikan bukan hanya persoalan ekonomi semata, namun juga persoalan kebebasan dan keadilan sosial. Menurut Muller-Armack tanggung-jawab memerlukan kebebasan sebagai kondisi yang penting bagi seseorang untuk memilih tanggung-jawab diantara pilihan yang berbeda.
Konsep ekonomi pasar liberal memiliki tiga prinsip utama, yakni, pertama, Prinsip Individualitas: yang bertujuan pada ideal liberal bagi kebebasan individu. Kedua, Prinsip Solidaritas: yang mengacu pada ide bahwa setiap individu terikat dengan masyarakat yang saling tergantung sama lain dengan tujuan menghapus ketidakadilan. Ketiga, Prinsip Subsidiaritas: yang berarti sebuah tugas institusional bertujuan menajamkan hubungan antara individualitas dan solidaritas. Aturan tersebut harus memberikan jaminan hak individu dan menempatkannya sebagai prioritas utama, yang berarti apa yang mampu dilakukan oleh individu harus dilakukan oleh individu dan bukan oleh negara.
Hak-hak kebebasan dari setiap individu dan kebebasan ekonomi dapat dilihat sebagai kerangka dimana keadilan sosial dan solidaritas diterapkan. Ekonomi pasar sosial bertujuan menyeimbangkan prinsip-prinsip pasar dan prinsip-prinsip sosial. Ordo-liberalism percaya bahwa sistem ini penting untuk menciptakan mekanisme perlindungan sosial disamping kekuatan pasar, yang dikendalikan oleh negara. Tujuan lain yang ingin dicapai oleh ekonomi pasar sosial adalah menciptakan dan membangun tatanan ekonomi yang dapat diterima oleh berbagai ideologi sehingga berbagai kekuatan didalam masyarakat dapat terpusat pada tugas bersama untuk menjamin kondisi kehidupan dasar dan membangun kembali perekonomian. Inilah sebabnya kita dapat melihat bahwa ekonomi pasar sosial merupakan kompromi pada masa-masa awal pemerintahan Republik Federasi Jerman.
Semakin terlihat bahwa keberhasilan Jerman dengan ekonomi pasar sosialnya adalah adanya suatu keinginan moral yang kuat dari penyelenggara negara untuk mewujudkan sistem tersebut kedalam tatanan masyarakat, dengan melakukan langkah-langkah sistematis dan mampu mewujudkannya dengan konsekuen. Di Indonesia sendiri pernah terjadi polemik dan diskusi tentang arah ekonomi Indonesia ke depan, diantaranya dengan mencari landasan sistem perekonomian yang sesuai untuk Indonesia. Mengingat Pancasila sudah disepakati sebagai falsafah dasar yang menjadi pandangan dan pegangan hidup bangsa, maka Pancasila telah menjadi moral kehidupan bangsa, menjadi Ideologi yang menjiwai perikehidupan bangsa di segala bidang, baik di bidang sosial budaya, sosial politik, hankam dan tentu saja di bidang sosial ekonomi. Moralitas Pancasila inilah yang seyogyanya menjadi landasan berpijak bagi tumbuh-kembangnya sistem perekonomian Indonesia. Jika moralitas teori ekonomi Adam Smith berbasis pada prinsip kebebasan (liberalisme) dan moralitas teori ekonomi Karl Marx berbasis pada prinsip mayoritas (kaum proletar), maka moralitas Ekonomi Pancasila harusnya dinafasi oleh prinsip-prinsip ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial. Meskipun Ilmu Ekonomi atau teori Ekonomi Pancasila belum terwujud atau katakanlah sedang berproses, tetapi ilmuwan ekonomi Indonesia wajib percaya bahwa hal itu ada atau paling tidak, diyakini akan ada. Dan justru pengembangannya yang sungguh-sungguh akan bergantung pada keyakinan para pakar ekonomi bersama penyelenggara negara, dengan melakukan penelitian dan kajian serius bagi lahirnya teori ekonomi Pancasila yang utuh. Walaupun belakangan ini orang lebih menyukai dengan menggunakan istilah ekonomi kerakyatan, sebagai ketidakberdayaan atas kepungan dua faham dunia, yakni kapitalis-liberal dan sosialis-komunis, sehingga yang dimaksud dengan ekonomi Pancasila dalam prakteknya adalah “ekonomi campuran”, yang tidak berakar dalam filosofinya.
Kita bisa menarik pelajaran dari keberhasilan Jerman dalam mengimplementasikan moralitas teori ekonominya ke dalam praktek secara dinamis dan konsekuen, maka dengan moralitas Pancasila, Indonesia perlu belajar dari Jerman, yakni bagaimana menata dan mengimplementasikan teori ekonominya ke dalam tatanan praktis, sehingga kepentingan sosial masyarakat lebih dilindungi dalam menggapai kesejahteraan sosial.
Pertanyaan selanjutnya, sejauh manakah ekonomi kerakyatan atau Pancasila sebagai amanat konstitusi telah dilaksanakan di Indonesia? Bagaimana jalan keluar bagi perekonomian Indonesia agar tidak didominasi oleh pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal sebagaimana banyak diperbincangkan belakangan ini? Persoalannya, jika Jerman memiliki fakta empiris atas keberhasilan konsep ekonominya, fakta empiris tersebut sulit ditemukan dalam penerapan sistem ekonomi di Indonesia selama ini, karena moralitas yang diletakkan oleh para pendiri bangsa dalam membangun tatanan negara dijalankan dengan setengah hati – untuk tidak mengatakan diabaikan – khususnya dalam membangun tatanan di bidang ekonomi. Dalam sistem perekonomian di Indonesia, boleh dikatakan bahwa sistem bergulir lebih karena perjalanan sejarah secara “alami”, sejak pengambil-alihan usaha swasta Belanda oleh negara, dan seterusnya sektor swasta yang kuat kemudian diambil alih lagi oleh negara, kelihatannya bukan karena mau menerapkan UUD 1945 pasal 33 semata, tetapi karena memang sektor swasta nasional belum ada. Birokrat pemerintahan baik dari kalangan sipil maupun ABRI yang notabene nonprofesional dan kurang berbekal pengalaman ditugaskan untuk mengelola sektor perkebunan, manufaktur, perbankan dan perdagangan. Oleh karena itu, lumrah jika kepemimpinan ekonomi ini mengarah ke etatisme, khususnya pada periode 1959 – 1965. Baru setelah masuk ke periode orde baru – dengan diberlakukannya UU PMA dan PMDN periode 1967-1968, struktur perekonomian Indonesia mulai berubah secara radikal. Periode 1973 -1980 merupakan periode pertumbuhan sektor swasta dan negara yang luar biasa. Kenaikan harga ekspor minyak bumi yang amat tinggi, yang menaikkan hasil devisa 23 kali lipat (dari US$ 913,1 juta menjadi 20.663,3 juta pada periode 1972 -1981) dengan laju kenaikkan 52% per tahun, telah memungkinkan pemerintah menggelembungkan peranan sektor swasta. Singkatnya, baik sektor swasta maupun negara, keduanya berkembang dengan memanfaatkan berbagai fasilitas yang diberikan pemerintah. Dalam konteks ini, belum terlihat adanya konsep teori ekonomi khas Indonesia yang akan dijadikan fondasi, meskipun wacana-wacana pembicaraan tentang ekonomi Pancasila mulai digelar. Adanya perbedaan pendapat tentang pengertian “adil” dan “makmur”, yakni, yang satu lebih menekankan aspek pertumbuhan, sementara yang lain lebih ke aspek pemerataan. Suatu kompetisi yang bersifat individual agaknya sulit disandingkan dengan kerjasama yang bersifat kekeluargaan. Sementara kinerja perusahaan negara (BUMN) dan koperasi (BUMK) pada akhirnya ternyata juga tidak lebih baik dari kinerja sektor swasta (BUMS), untuk tidak mengatakan ketiga pilar ekonomi itu bekerja dengan tidak efisien sehingga Indonesia rentan krisis dibarengi dengan maraknya praktek-praktek KKN pada waktu itu, akibatnya terdapat pertumbuhan dan kesejahteraan semu dalam penggambaran keberhasilan dengan permainan angka-angka statistik semata. Menjelang akhir kekuasaannya, mantan presiden Soeharto merasa perlu mengumpulkan para konglomerat swasta berkumpul di Tapos, mengantisipasi ketimpangan ekonomi yang terjadi.
Dalam sistem ekonomi pasar sosial, persaingan bukanlah tujuan, melainkan merupakan alat untuk meraih kesejahteran sosial. Dalam hal ini, negara memberikan perlindungan dan jaminan kepada masyarakat melalui suatu peraturan hukum sosial yang jelas dan tegas. Sistem ekonomi pasar sosial memposisikan dirinya diantara sistem ekonomi “laisezz-faire” dan sistem ekonomi perencanaan dengan kerangka kerja regulasi yang jelas dan tegas oleh negara dalam kebijakan ekonominya, termasuk kebijakan moneter dan stabilitas mata uang. Tentu saja pemerintah akan melakukan intervensi sepanjang hal itu menghasilkan manfaat secara sosial. Terdapat perbedaan yang jelas antara persaingan di satu sisi, dan perlindungan sosial di sisi yang lain, dimana adanya pembedaan atau pemilahan yang tegas inilah yang menciptakan efek kesejahteraan yang optimal. Dengan dibangunnya model kerangka berfikir berupa kesinambungan antara aspek ekonomi, ekologi dan demografi; sistem keamanan sosial yang cocok, dalam bidang jaminan kesehatan dan perlindungan sosial lainnya, Jerman dapat memetik keberhasilan ekonomi yang substansial. Di Indonesia, perlindungan kepentingan orang banyak dan peningkatan kemakmuran rakyat sering masih dipertanyakan pemenuhannya. Baik karena pelayanan publik yang tidak efisisen maupun karena distribusi pendapatan dan kekayaan nasional yang tidak adil.
Suatu teori ekonomi Pancasila atau ekonomi kerakyatan – apapun namanya – hanya akan berhasil diwujudkan apabila para penyelenggara dan para pakar ekonomi benar-benar menghayati dan mencintai falsafah Pancasilanya, sehingga memiliki tekad yang kuat untuk melaksanakannya. Pengalaman sejarah telah membuktikan suatu teori ekonomi klasik lahir pada abad ke 18 dalam suasana keinginan kuat akan adanya kebebasan (liberalisme) di dunia barat yang kemudian terbukti menyebar-luas, sehingga Adam Smith kemudian dianggap sebagai pemimpin dan anak zaman kala itu. Ekonomi pasar sosial di Jerman mencoba menggabungkan ide tentang kebebasan dan persaingan pasar dengan sistem sosial beserta perangkat hukumnya, untuk mencapai kemakmuran bersama. Keberhasilannya didukung oleh kemauan dari pemerintahan yang kuat, ditunjang oleh kerangka kerja ekonomi yang jelas dan tegas dalam memberikan perlindungan, disamping membangun alat analisis yang adekuat guna mendeteksi sejumlah kelemahan terus-menerus sepanjang waktu, sambil menemukan kemungkinan-kemungkinan solusi baru, suatu kebiasaan yang harus diakui kurang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Meskipun faham ekonomi neoliberalisme terus menerus dikritisi oleh masyarakat karena dianggap dapat melemahkan perekonomian masyarakat dan jebakan hutang bagi pemerintah terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Faktanya, kehadiran ekonomi ini tidak mudah dibendung, yang mana di Indonesia sendiri saat ini pengaruh neoliberalisasi ekonomi semakin sangat terasa. Namun demikian kita patut bersyukur karena ekonomi liberal di negara Indonesia masih dapat disaring dan aspek yang diliberalisasi hanyalah kegiatan ekonomi yang akan lebih efektif dan efesien jika ditangani oleh swasta. Privatisasi BUMN juga tak selamanya buruk, khususnya dalam konteks korporasi, swastanisasi justru dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas usaha BUMN, di tengah keterbatasan pemerintah untuk menyuntikkan tambahan modal. Dalam beberapa kasus, rakyat justru mendapatkan manfaat dari liberalisasi. Sebagai contoh, ketika sektor telekomunikasi belum diliberalisasikan, rakyat sangat dirugikan karena tarif telepon relatif mahal, akibat duopoli Telkom dan Indosat. Setelah diliberalisasikan dan banyak perusahaan yang masuk ke sektor telekomunikasi, kini tarif telepon menjadi lebih terjangkau. Jadi liberalisasi ekonomi tidak selamanya berdampak buruk tetapi juga bisa mendatangkan manfaat serta bisa merangsang jiwa usaha seseorang, dengan kewaspadaan dan kendali yang tetap terjaga oleh pemerintah, yang tidak mengarah pada persaingan sempurna yang sering dikhawatirkan banyak orang belakangan ini.
Keberhasilan di Jerman bukanlah suatu keberhasilan suatu teori ekonomi yang dihasilkan secara spektakuler, melainkan bagaimana seluruh unsur masyarakat sepakat dan sungguh-sungguh dalam mewujudkan cita-cita ekonominya. Pemikir dan para ahli teori ekonomi Indonesia haruslah mampu untuk terus-menerus menggali berbagai pikiran orisinal tentang ekonomi Indonesia, dengan ragam kajian dan penelitian yang tekun, disertai komitmen pemimpin pemerintah Indonesia yang memang berjiwa nasionalis yang serius ingin mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa dalam mencapai masyarakat adil dan makmur.

http://mm.fe.unpad.ac.id/refleksi-arah-ekonomi-indonesia/

Dualisme Ekonomi di Negara Berkembang

Dualisme merupakan suatu konsep yang sering dibicarakan dalam ekonomi pembangunan, terutama kalau kita membicarakan kondisi sosial ekonomi. Konsep ini menunjukan adanya perbedaan antara bangsa-bangsa kaya dan miskin, dan perbedaan antara berbagai golongan masyarakat yang semakin meningkat. Dualisme artinya bahwa dalam waktu yang sama di dalam masyarakat terdapat dua gaya social yang jelas berbeda satu sama lain, dan masing – masing berkembang secara penuh serta saling mempengaruhi.. Dualisme adalah konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi.. Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik. Gagasan tentang dualisme jiwa dan raga berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles . Plato dan Aristoteles berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa "kecerdasan" seseorang (bagian dari pikiran atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik. Versi dari dualisme yang dikenal secara umum diterapkan oleh René Descartes (1641), yang berpendapat bahwa pikiran adalah substansi nonfisik.
Descartes adalah yang pertama kali mengidentifikasi dengan jelas pikiran dengan kesadaran dan membedakannya dengan otak, sebagai tempat kecerdasan. Sehingga, dia adalah yang pertama merumuskan permasalahan jiwa-raga dalam bentuknya yang ada sekarang.Dualisme bertentangan dengan berbagai jenis monisme, termasuk fisikalisme dan fenomenalisme. Substansi dualisme bertentangan dengan semua jenis materialisme, tetapi dualisme properti dapat dianggap sejenis materilasme emergent sehingga akan hanya bertentangan dengan materialisme non-emergent. Selain itu,  Dualisme juga merupakan suatu keadaan di mana “sang superior” hidup berdampingan dengan  “sang inferior” namun tidak memiliki hubungan yang erat, tidak akan mati dengan sendirinya  oleh karena alasan waktu, bahkan jurang pemisah antara “sang superior” dan “sang inferior” makin terbuka lebar seiring perkembangan zaman. Dualisme dapat dipandang dari berbagai kasanah, seperti sosial, teknologi, geografi (kawasan), dan ekonomi. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah dari sudut pandang ekonomi.Dualisme ekonomi yaitu kegiatan ekonomi dan keadaan ekonomi serta keadaan yang lain dalam masa tertentu, atau dalam suatu sector ekonomi tertentu ysng memiliki sifat tidak seragam.Dualisme ekonomi ini dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu ekonomi tradisional dan ekonomi modern. Ada empat factor yang melatar belakangi atau menjadi sebab lahirnya dualisme ekonomi  dualisme bukan hanya terjadi di negara berkembang seperti indonesia tetapi terjadi juga di negara yang sedang berkembang

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan dalam makalah ditunjukan untuk mencari tujuan dari dibahasnya pembahasan dalam makalah . Ada pun tujuan penulisan makalah , sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian dari dualisme dan dualisme ekonomi
2.      Untuk mengetahui bagaimana dualisme ekonomi di negara berkembang



















BAB II

PEMBAHASAN


2.1 Teori

Dualisme artinya bahwa dalam waktu yang sama di dalam masyarakat terdapat dua gaya social yang jelas berbeda satu sama lain, dan masing – masing berkembang secara penuh serta saling mempengaruhi. Teori dualisme pertama kalinya dikemukakan oleh seorang ekonom Belanda, J.H. Boeke. Teorinya berasal dari suatu fenomena di mana konsep ekonomi Barat yang dibawa dan diterapkan oleh para penjajah ternyata tidak mampu untuk mensejahterakan rakyat jajahannya dalam hal ini rakyat Indonesia dalam artian mengalami kegagalan Negara bekas jajahan sekarang bisa disebut negara sedang berkembang memiliki pola dan sistem sosial yang berbeda dengan negara Barat. Pada awalnya pola dan sistem sosial Barat memiliki daya penetrasi yang cukup kuat untuk masuk ke dalam sistem sosial negara jajahannya. Keduanya hidup berdampingan antara sistem sosial liberal Barat dengan sistem sosial lokal negara jajahan (dalam hal ini Indonesia). Tetapi memang pada dasarnya adalah berbeda, tidak mungkin untuk disama- samakan Penetrasi yang dilakukan ternyata tidak (bisa dibaca: kurang) bermakna dan menyokong satu dengan lainnya. Semuanya kelihatan semu, cantik di luar namun ada borok di dalamnya. Tidak menyembuhkan penyakit yang sesungguhnya.Sang superior dan inferior yang dimaksud dalam dualisme ekonomi Indonesia adalah industri dan pertanian. Industri diagung-agungkan oleh kebanyakan pihak, dipandang sebagai penggerak utama perekonomian bangsa, sementara sektor pertanian (kerakyatan), sang soko guru ekonomi, hanya dipandang sebelah mata atau mungkin tidak dipandang sama sekali.
Dualisme merupakan suatu konsep yang sering di bicarakan dalam ekonomi pembangunan. Konsep dualisme ini memiliki 4 unsur pokok, yaitu :
1.      Dua keadaan yang berbeda di mana satu keadaan bersifat “superior” dan keadaan lainya bersifat “inferior” yang bisa hidup berdampingan pada ruang dan waktu yang sama. Misalnya hidup berdampingannya antara metode produksi moderen di perkotaan dengan metode produksi tradisional di pedesaan, antara orang kaya berpendidikan tinggi dengan orang miskin yang tidak berpendidikan sama sekali, antara negara-negara industri yang kuat dan kaya dengan negara-negara lemah. Semua itu merupakan penjelmaan dari keadaan yang dualistis.
2.       Kenyataan hidup berdampingannya dua keadaan yang berbeda tersebut bersifat kronis dan bukan tradisional. Perberdaan tersebut bukan merupakaan fenomena yang sementara, yang akan hilang dengan sendirinya sejalan dengan berjalannya waktu. Misalnya, hidup berdampingan antara kemakmuran dengan kemiskinan secara internasional bukanlah suatu fenomena yang sederhana yang bisa hilang karena proses waktu semata.
3.      Derajat superioritas atau inferioritas itu tidak menunjukkan kecenderungan yang sementara, bahkan terus meningkat. Misalnya, perbedaan produktivitas antara industri-industri di negara maju dengan di NSB tampak semakin besar dari tahun ke tahun.
4.      Keterkaitan antara unsur superior dengan unsur inferior tersebut menunjukkan bahwa keberadaan unsur superior tersebut hanya berpengaruh kecil sekali atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali dalam mengangkat derajat unsur inferior. Bahkan kenyataannya, unsur yang superior tersebut sering kali justru menyebabkan timbulnya kondisi keterbelakangan (under development).
Setelah mengetahui konsep konsep dari dualisme, berikut ini adalah beberapa definisi dari para ahli mengenai Dualisme :
a)      J.H Boeke (1953)
Dualisme disini berarti dalam waktu yang sama didalam masyarakat terdapat dua gaya sosial yang jelas berbeda satu sama lain, dan masing-masing berkembang secara penuh serta saling mempengaruhi
b)      Bachirawi Sanusi (2004)
Dualisme merupakan himpunan masyarakat yang berbeda yang memungkingkan pihak yang termasuk superior dan inferior hidup berdampingan disuatu tempat yang sama.
c)      Drs. Irawan M.B.A (2002)
Dualisme Ekonomi yaitu kegiatan ekonomi dan keadaan ekonomi serta keadaan yang lain dalam suatu masa tertentu, atau dalam suatu sektor ekonomi tertentu yang memiliki sifat tidak seragam.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa dualisme adalah dua keadaan yang berbeda dimana satu keadaan bersifat superior dan keadaan lainnya bersifat inferior yang hidup berdampingan pada ruang dan waktu yang sama. Dengan adanya dua keadaan yang berbeda ini tentunya akan memiliki pengaruh tersendiri bagi suatu negara yang secara tidak langsung menganut sistem dualisme ekonomi ini
Dualisme Ekonomi merupakan sebuah konsep yang menunjukkan adanya perbedaan antara bangsa-bangsa kaya dan miskin, dan perbedaan antara berbagai golongan masyarakat (Lincolin Arsyad, 2010) Dualisme ekonomi yaitu kegiatan ekonomi dan keadaan ekonomi serta keadaan yang lain dalam masa tertentu, atau dalam suatu sector ekonomi tertentu ysng memiliki sifat tidak seragam.
Dualisme ekonomi ini dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu ekonomi tradisional dan ekonomi modern.

1.      Kelompok ekonomi tradisional berarti kegiatan ataupun keadaan ekonomi yang ada masih dikuasai oleh unsur ketradisionala
2.       Kelompok ekonomi modern, berarti berbagai kegiatan dan keadaan ekonomi yang sedang berlangsung dikuasai oleh unsur – unsur yang bersifat modern. 

Ø  Faktor penghambat pembangunan dualisme

4 Unsur pokok Konsep Dualisme :
a. Dua keadaan yg berbeda : Superior dan inferior
b. Kenyataan hidup perbedaan bersifat kronis dan bukan transisional.
c. Derajat superioritas atau inferioritas terus meningkat
d. Keterkaitan antar unsur berpengaruh kecil.

Ø  Kelemahan Teori dualisme.


1.      Mengenai sumber hukum yang berbeda, kelemahan pendirian kaum dualis tidak dapat dilepaskan dari pada kelemahan teori dasar mereka bahwa sumber segala sumber hukum itu baik hukum internasional maupun hukum nasional adalah kemauan negara. Hukum itu berlaku dan ada karena negara.Hal yang sama berlaku pula bagi masyarakat internasional. Jadi adanya hukum dan daya ikat hukum tidak bersumber kepada kemauan negara, melainkan merupakan prasyarat bagi kehidupan manusia yang teratur dan beradab dan karenanya disebabkan oleh kebutuhan kehidupan manusia bermasyarakat yang hakiki yang tidak dapat dielakkan. Dengan demikian maka tidak tepat pula untuk berbicara berlainnya sumber dari pada hukum itu karena pada hakekatnya sumbernya adalah sama yakni kebutuhan manusia untuk hidup secara teratur.

2.      Berlainnya subjek hukum dan pada hukum nasional dan hukum internasional juga kurang rnenyakinkan. Karena argumentasi kaum dualis ini dibantah oleh kenyataan bahwa di dalam satu lingkungan hukum, katakanlah hukum nasional pun dapat saja terjadi bahwa subjek hukum itu berlainan. Karenanya di dalan hukum nasional ada pembagian hukum antara hukum perdata dengan hukum publik. Sebaliknya tidak pula benar untuk mengatakan bahwa subjek hukum internasional adalah negara karena perkembangan akhir-akhir ini menunjukan bahwa individu atau orang-perorangan pun bisa menjadi subjek hukum internasional
3.      Berbedanva struktur hukum nasional dan hukum internasional juga kurang tepat, karena di sini letak perbedaan tidaklah bersumber pada perbedaan hakiki atau azasi (prinsipil) melainkan perbedaan yang gradual. Dengan perkataan lain apa yang dinamakan perbedaan strukturil itu hanya merupakan bentuk perwujudan atau gejala saja pada taraf integrasi yang berlainan dan pada masyarakat nasional dan masyarakat internasional

4.      Pemisahan mutlak antara hukum nasional dengan hukum internasional, tidak dapat menerangkan dengan cara memuaskan kenyataan bahwa dalam praktek sering kali hukum nasional itu tunduk pada atau sesuai dengan hukum internasional. Kenyataan bahwa ada kalanya hukum nasional yang berlaku bertentangan dengan hukum internasional, bukan merupakan bukti dari pada perbedaan strukturil seperti dikatakan kaum dualis, melainkan hanya bukti dan kurang efektifnya hukum internasional

2.2 Jenis – Jenis Dualisme

Setelah mengetahui konsep dualisme, maka dualisme sendiri dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Hal ini didasari pada dalam aspek apa dualisme tersebut berkembang. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai jenis-jenis dualisme.
Tahun 1910, seorang ekonom Belanda, J.H Boeke menyatakan bahwa pemikiran ekonomi Barat tidak dapat diterapkan dalam memahami permasalahan perekonomian negara-negara jajahan (tropis) tanpa suatu “modifikasi” teori. Jika ada pembagian secara tajam, mendalam dan luas yang membedakan masyarakat menjadi dua kelompok, maka banyak masalah sosial dan ekonomi yang polanya sangat berbeda dengan teori ekonomi Barat sehingga pada akhirnya teori tersebut akan kehilangan hubungannya dengan realitas dan bahkan kehilangan nilainya. Boeke menganggap bahwa prokondisi dari dualismenya adalah hidup berdampingannya dua sistem sosial yang berinteraksi hanya secara marginal melalui hubugan yang sangat terbatas antara pasar produk dan pasar tenaga kerja.Prinsip pokok tesis Boeke adalah pembedaan antara tujuan kegiatan ekonomi di Barat dan di timur secara mendasar. Ia mengatakan bahwa kegiatan ekonomi di Barat berdasarkan pada rangsangan kebutuhan ekonomi, sedangkan Indonesia disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan sosial. Suatu masyarakat yang memiliki dua sistem sosial atau lebih disebut masyarakat dualistik atau majemuk. Dalam masyarakat dualistik, ada dua sistem sosial yang hidup secara berdampingan dimana yang satu tidak dapat sepenuhnya menguasai yang lainnya, demikian sebaliknya. Keadaan ini disebabkan oleh adanya sistem sosial yang lebih modern terutama berasal dari negara-negara Barat yang kemudian berkembang di negara lain sebagai akibat dari adanya penjajahan dan perdagangan internasional sejak abad yang lalu.

b.      Dualisme Ekologi


Menurut Clifford Geertz (1963), dualisme ditandai perbedaan-perbedaan dalam sistem ekologis. Hal ini membentuk pola-pola sosial dan ekonomi tertentu yang menyatu didalamnya dan membentuk suatu keseimbangan internal. Geertz menjelaskan konsepnya tentang dualisme ekologis ini dengan menggunakan kasus Indonesia. Ia menjelaskan adanya perbedaan antara “Indonesia Dalam” dan “Indonesia Luar”. “Indonesia Dalam”, dalam hal ini Jawa, merupakan sistem ekologis padat karya yang ditandai oleh pertanian padi, tebu, dan tanaman lainnya yang membutuhkan iklim tropis dan semi tropis serta membutuhkan banyak air. Sementara “Indonesia Luar” ditandai oleh pertanian yang padat modal, seperti : produk tambang, karet dan kelapa sawit.Menurut Bachirawi Sanusi (2004), Dualisme merupakan himpunan masyarakat yang berbeda yang memungkinkan pihak yang termasuk superior dan yang inferior hidup berdampingan disuatu tempat yang sama.
Higgins, merupakan salah satu pakar ekonomi yang menolak gagasan Boeke mengenai dualisme dalam sistem sosial. Menurut Higgins, awal mula dualisme berasal dari perbedaan teknologi antara sektor modern dan sektor tradisional. Menurut Higgins, teknologi impor yang digunakan dalam sektor modern bersifat hemat tenaga kerja (labour saving) sehingga modal lebih banyak digunakan. Keadaan ini berbanding terbalik dengan keadaan sektor tradisional yang ditandai oleh penggunaan metode produksi yang padat tenaga kerja. Kurangnya pembentukan modal pada sektor tradisional menyebabkan perkembangan sektor ini sangat terbatas.Dualisme teknologi adalah suatu keadaan dimana didalam suatu kegiatan ekonomi tertentu digunakan teknik produksi yang berbeda dengan kegiatan ekonomi lainnya sehingga menyebabkan perbedaan tingkat produktivitas yang sangat besar, dalam hal ini teknologi modern sangat berperan penting.Teknologi modern yang dimaksud diatas berkisar pada sektor industri pertambangan, industri transportasi dan sebagainya. Sedangkan kegiatan ekonomi yang tingkat teknologinya masih rendah yaitu : pertanian, industri rumah tangga, organisasi produksi tradisional dan lain lain.
Myint (1967) meneruska studi Higgint mengenai proses terjadinya dualisme. Dalam analisis Myint, beliau mengemukakan mengenai dualisme finansial. Hal ini pun merujuk pada pengertian bahwa pasar uang dalam negara jajahan (NSB) dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu pasar uang yang terorganisir dengan baik (organized money market) dan pasar uang yang tidak terorganisir (unorganized money market).Pasar uang yang terorganisir dengan baik terdiri dari bank-bank komersial dan lembaga-lembaga keuangan non-bank. Lembaga ini terdapat di pusat-pusat bisnis dan kota-kota besar, serta memiliki tujuan untuk menyediakan pinjaman kepada perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan tanaman ekspor dan pertambangan. Namun setelah NSB mencapai kemerdekaan, pemerintah mengadakan usaha yang sifatnya mendorong lembaga-lembaga keuangan modern untuk memberikan pinjaman kepada sektor ekonomi lainnya, terutama sektor industri dan pertanian rakyat.Sedangkan dalam keadaan sebaliknya, tidak ada lembaga keuangan formal seperti bank atau lembaga keuangan non-bank. Contohnya seperti petani kaya atau rentenir. Ciri penting dari pinjaman melalui lembaga keuangan informal ini yaitu tingkat biaya yang sangat tinggi. Namun, karena lembaga informal ini merupakan satu satunya penyalur dana, para petani menyukainya karena prosedur peminjaman dananya yang tidak terlalu rumit
Dualisme regional adalah ketidakseimbangan tingkat pembangunan antar berbagai daerah dalam satu negara. Konsep dualisme regional ini tidak hanya terjadi di NSB saja. Perbedaannya, ketidakseimbangan yang terjadi pada negara maju tidaklah separah yang terjadi di NSB.Dualisme regional ini memusatkan perhatiannya pada masalah kesenjangan yang terjadi pada kesejahteraan antar daerah. Misalnya, di NSB ada beberapa daerah yang berkembang sangat pesat sehingga keadaan ekonomi dan sosialnya sudah hampir menyamai negara maju, sedangkan daerah lainnya mengalami perkembangan yang sebaliknya atau bahkan mengalami kemunduran.
Dualisme regional yang semakin buruk dapat menimbulkan masalah-masalah sosial dan politik yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di NSB. Berikut ini merupakan jenis dari dualisme regional di NSB :
1.      Dualisme antara daerah perkotaan dan pedesaan
2.      Dualisme antara pusat negara, pusat industri dan perdagangan dengan daerah lain dalam suatu negara.
Dualisme ini merupakan akibat dari investasi yang tidak seimbang antara daerah perkotaan dan pedesaan. Ketidakseimbangan ini akhirnya menyebabkan kesenjangan antara perkotaan dan pedesaan semakin besar.

2.3 Faktor – Faktor Penyebab Dualisme

Ada empat factor yang melatar belakangi atau menjadi sebab lahirnya dualisme ekonomi, yaitu :
1.      Adanya kebijakan yang memiliki dua dimensi, yaitu kebijakan untuk mempertahankan agar surplus sector pertanian tetap berada di dalam negri daripada dibawa ke luar negri seperti masa penjajahan.kebijakan untuk mengalihkan surplus sector pertanian ini ke sector industry, dan ekspor seperti semula.
2.       Adanya pengaruh dari pola perumbuhan ekonomi terutama yang terjadi di Negara – Negara asia.
3.      Hal yang menyangkut ratio antara manusia dan tanah.
4.      Lemahnya perekonomian nasonal

2.4 Strategi Mengatasi Dualisme


1)      Tidak ada cara terbaik ntuk mengatasi dualisme, kecuali melalui strategi pembangunan yang konkrit dan terencana.oleh karena itu persoalan mendasar yang melekat pada masalah dualisme bias jadi lebih dominan pada dimensi sejarah yang melahirkan dualisme itu sendiri.
2)      Strategi redistribusi dengan perubahan (redistribution with growth) juga berusaha menggabungkan usaha pemerataan dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Penekanan strategi ini adalah penyaluran kembali (realokasi) dana – dana investasi baru, terutama dari pemerintah kegolongan penduduk yang paling miskin, sehingga mereka dapat memupuk harta produktf yang dapat meningkatkan produktifitas dan pendapatan mereka.

2.5 Pengaruh Dualisme dalam Pembangunan Perekonomian Indonesia

Dualisme terkait sekali dengan adanya dua kekuatan berbeda yang hidup berdampingan dalam waktu yang sama. Dalam uraian diatas telah dijelaskan mengenai beberapa jenis dualisme yang berkembang dalam NSB. Mulai dari sistem sosial, ekologis, teknologi, finansial sampai regional, semuanya di pengaruhi oleh sistem dualisme ini.Akibat adanya dua unsur yang berbeda, tidak dapat dipungkiri bahwa dualisme ini memberikan efek yang negatif dalam perekonomian yang perkembangannya masih belum begitu tinggi. Seperti halnya pada negara yang sedang berkembang. Sebagian besar kegiatan-kegiatan ekonomi pada negara berkembang masih dilaksanakan dengan menggunakan teknik-teknik yang sederhana dan tradisional. Konsep tradisional ini tentunya akan membawa dua dampak yang mendasar dalam sistem perekonomian serta sistem sosial yang ada pada masyarakat. Pertama, dengan sistem yang masih tradisional produktivitas yang dihasilkan akan rendah. Kedua, terbatasnya usaha yang menuju ke arah pembaharuan atau perubahan. Adanya sikap takut akan pembaharuan, akan mengakibatkan produktivitas yang rendah tidak akan mengalami perubahan dari masa ke masa. Hal ini akan membawa dampak yang kurang baik terhadap mekanisme pasar, atau yang biasa kita sebut dengan ketidak sempurnaan pasar.
Dalam pasar yang sempurna, faktor-faktor produksi memiliki mobilitas yang tinggi dan dapat saling menggantikan satu sama lain. Hal ini tidak terjadi di negara yang memiliki ketidaksempurnaan pasar. Adanya sektor tradisional dan sektor modern menyebabkan adanya perbedaan tingkat upah yang diterima oleh setiap individu. Penguasaan teknologi menjadi dasar dalam menghitung upah setiap orang dan pendidikan serta keterampilan yang dimiliki oleh seseorang dalam bekerja akan menjadi penentu upah bagi masing-masing individu.Selain itu, ketidaksempurnaan pasar sering kali disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai keadaan pasar. Para pekerja tidak menyadari tentang adanya kesempatan kerja yang lebih baik di sektor atau di daerah lain. Para petani tidak mengetahui adanya cara untuk meningkatkan produksi dan para pengusaha tidak menyadari kemungkinan untuk mengembangkan pasar dalam negeri maupun luar negeri. Adanya kuasa monopoli dalam perdagangan di sektor tradisional merupakan salah satu contoh ketidaksempurnaan pasar di negara miskin.Dalam suatu pasar yang sempurna, para pelaku ekonomi dianggap rasional. Artinya, setiap orang akan berusaha mencapai tingkat kepuasan maksimum. Pengamatan yang dilakukan di NSB menunjukkan hasil yang sebaliknya, yaitu masyarakat tidak berusaha untuk mencapai tujuan tersebut dan tidak responsif pada rangsangan baik yang terjadi dalam pasar. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa sikap masyarakat terhadap perkembangan pasar merupakan salah satu faktor yang menimbulkan ketidaksempurnaan pasar di NSB.







BAB III

PENUTUP


3.1  Kesimpulan

Dualisme merupakan suatu konsep yang sering dibicarakan dalam ekonomi pembangunan dan juga terdapat faktor penghamabat pembangunan dualisme terutama kalau kita membicarakan kondisi sosial ekonomi. Teori dualisme pertama kalinya dikemukakan oleh seorang ekonom Belanda, J.H. Boeke . teori dualisme juga terdapat kelemahan Dualisme artinya bahwa dalam waktu yang sama di dalam masyarakat terdapat dua gaya social yang jelas berbeda satu sama lain, dan masing – masing berkembang secara penuh serta saling mempengaruhi sedangkan Dualisme Ekonomi merupakan sebuah konsep yang menunjukkan adanya perbedaan antara bangsa-bangsa kaya dan miskin, dan perbedaan antara berbagai golongan masyarakat (Lincolin Arsyad, 2010) Dualisme ekonomi ini dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu ekonomi tradisional dan ekonomi modern..
Konsep dualisme ini memiliki 4 unsur pokok termaksud di dalamnya adalah Sang superior dan inferior yang dimaksud dalam dualisme ekonomi Indonesia adalah industri dan pertanian. Industri diagung-agungkan oleh kebanyakan pihak, dipandang sebagai penggerak utama perekonomian bangsa, sementara sektor pertanian (kerakyatan), sang soko guru ekonomi, hanya dipandang sebelah mata atau mungkin tidak dipandang sama sekali dan terdapat jenis – jenis dualisme seperti; Dualisme Sosial, Dualisme Ekologi, Dualisme Teknologi, Dualisme Finansial dan Dualisme Regiona.  terdapat juga Strategi Mengatasi Dualisme melalui strategi pembangunan yang konkrit dan terencana.oleh karena itu persoalan mendasar yang melekat pada masalah dualisme bias jadi lebih dominan pada dimensi sejarah yang melahirkan dualisme itu sendiri. , tidak dapat dipungkiri bahwa dualisme ini memberikan efek yang negatif dalam perekonomian yang perkembangannya masih belum begitu tinggi. Seperti halnya pada negara yang sedang berkembang seperti Pengaruh Dualisme dalam Pembangunan Perekonomian Indonesia

3.2 Saran


Harapan saya,dalam pembuatan makalah ini bisa menambah masukan buat kita semua tentang Dualisme Ekonomi di Negara Berkembang Mohon Maaf bila dalam pembuataan makalah ini masih banyak kurangnya

http://matame5.blogspot.co.id/2015/03/dualisme-ekonomi-di-negara-berkembang.html